sumber : detikSport
penulis : Matias Ibo ( physiotherpist )
Mari bayangkan sebuah situasi.
Seorang pemain yang mengalami cedera yang beruntun dan sama selama bertahun-tahun datang untuk berkonsultasi tentang lututnya yang sakit. Menurutnya, setelah berlatih atau bertanding, lututnya akan mulai merasa tak nyaman, ngilu, dengan otot-otot di sekitar lutut yang kram sehingga susah untuk berjalan.
Rekomendasi penanganan pertama, seperti memberi es, latihan pemulihan yang ringan, dan istirahat yang cukup secara rutin, diberikan pada pemain itu. Tapi, setelah beberapa waktu, cara penanganan ini tak lagi memberikan hasil karena situasi lutut yang semakin memburuk.
Akhirnya, terapi itu hanya bersifat sementara karena rasa sakit dan ngilu akan kembali lagi setelah beberapa saat. Akibatnya, jangankan untuk bertanding, sang pemain pun tak bisa lagi melakukan latihan.
Pada saat sang pemain diperiksa untuk pertama kalinya, sebenarnya tidak ada tanda yang spesifik yang mampu ditemukan. Yang ada hanyalah tendon dari quadriceps di daerah bawah tempurung lutut yang lembut/lembek/tidak keras.
Faktor lain yang muncul pada saat pemeriksaan adalah otot yang keras dari pangkal paha dan pinggul. Tendon Achilles-nya mengalami peradangan sementara foot arch(jembatan di bawah telapak kaki) sudah tak sempurna, sehingga menjadikan kaki datar. Semua ini ada di bagian tubuhnya yang sama, entah kanan atau kiri.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Dari teori dan pengalaman pada situasi seperti ini, yaitu apabila rasa ngilu dan tidak enak hanya muncul pada satu sisi bagian tubuh yang sama, sebenarnya bisa jadi indikator bahwa permasalahannya ada di core stabilitypemain tersebut. Dalam artian kurang berfungsinya kinetic chain danlumbopelvic-hip complex (rantai pergerakan dan persendian paha-pinggul) dari sang pemain.
Kinetic chain sendiri adalah rantai dari struktur di tubuh yang secara bersamaan melakukan pergerakan sehingga tubuh dapat bekerja atau berjalan secara seimbang.
Kinetic chain terdiri dari
- Soft tissues system seperti otot, ligamen dan urat tendon, jaringan fibros.
- Nervous system yaitu saraf.
- Articular system yaitu persendian.
Apabila bekerja sesuai fungsi, maka ketiga sistem ini akan membuat tubuh kita bisa bekerja secara maksimal tanpa masalah apapun. Namun, jika salah satu dari ke-3 aspek ini tak bekerja dengan baik, maka akan ada penambahan beban secara langsung pada dua sistem yang lain.
Akibatnya, kedua kedua sistem pun mesti bekerja lebih keras untuk terus mengusahakan dan membuat kinetic chain di tubuh bekerja terus dengan sempurna. Dan bisa tertebak, jika tidak berjalan sempurna, bisa terjadi kecapekan, kelelahan, mudah sakit, serta rawan cedera.
Otot yang bagus, di dalam suatu kinetic chain, akan bekerja secara bersama untuk menghasilkan kekuatan, suatu tekanan, atau untuk membantu mengerem suatu pergerakan dan mempertahankan stabilitas. Ini dikenal dengan istilah neuromuscular efficiency.
Core stability yang bagus dan neuromuscular efficiency ini melindungi kita secara fisik dengan mengijinkan tubuh untuk mengabsorsi syok atau getaran yang terkena ke tubuh kita. Dengan demikian, tubuh kita akan terlindungi dari sebuah cedera.
Apabila saraf dan otot ini tak bekerja dengan baik, maka akan terjadi penurunan sistem daya tahan tubuh ketika menghadapi getaran atau benturan. Hal ini didasari pada fakta bahwa otot yang lemah akan memberi sinyal yang lemah kepada otot-otot lain di sekitarnya. Akibatnya, otot-otot di sekelilingnya tidak akan mampu melakukan gerakan maksimal sesuai ROM (range of motion) masing-masing.
Kebalikannya: otot-otot ini akan bekerja secara keras untuk menutupi kelemahan otot yang bermasalah itu di dalam suatu ROM yang tidak maksimal. Hasilnya: kaki yang cepat keram, capai, rentan cedera dan strainyang berkepanjangan pada otot.
Pada ilustrasi kasus di atas, pemain bola ini pada akhirnya kesulitan untuk berlatih atau bertanding bola lagi.
Mari kita memberikan contoh nyata dari sistem kinetic chain: misalnya saja mengerasnya Gluteus maximus (otot pantat terbesar dan otot dari pangkal paha).
Dalam mekanisme pergerakan tubuh, otot pangkal paha ini berfungsi untuk membatasi gerak maksimal retroflexi (gerakan dengan mengayunkan kaki ke belakang). Namun karena gerakan retroflexi ini tidak maksimal, maka kekuatan penuh atau energi maksimal tak bisa dihasilkan.
Akibatnya, otot dari bokong ini secara tidak langsung menjadi lemah, lalu memberikan sinyal yang salah kepada otot-otot di sekitarnya. Kinetic Chainpun terpengaruh.
Yang terjadi, seperti yang kita sudah bahas, yaitu otot-otot di kaki akan bekerja ekstra untuk memberikan dukungan yang maksimal agar keseimbangan kerja kaki tetap ada. Risikonya: dalam waktu yang singkat kaki tersebut akan menjadi capek, rawan cedera dan sakit.
Mari kembali ke pemain pertama. Selain masalah di kakinya, pemain tersebut memiliki punggung yang hollow (cekung), dan posisi kakinya pada saat beristirahat mengarah keluar secara berlebihan, meski foot arch-nya (jembatan di bawah kakinya) sebenarnya bagus.
Saya lalu melakukan tes squat untuk melihat bagaimana cara kerja darikinetic chain dan juga neuromuscular efficiency pemain tersebut. Tes ini yang akan menunjukkan apakah ada keseimbangan dalam pergerakan yang dilakukan, apakah mekanisme berjalan sesuai dengan seharusnya, atau apakah ada otot yang menjadi lemah saat melakukan squat.
Pergerakan yang terjadi ketika pemain itu melakukan squat adalah: kaki sang pemain mulai berubah posisi dari keluar ke dalam sehingga telapak kakinya akan merasa kurang nyaman, lutut kanannya akan berputar ke dalam pada saat tertekuk, ligamen lutut mengunci lutut agar tak terjadi pergerakan salah, dan punggungnya yang cekung akan semakin menjadi cekung sehingga leher dan kepala tertarik ke belakang oleh otot punggung yang panjang.
Dari tes yang sangat sederhana ini dapat terlihat bahwa sang pemain memiliki beberapa masalah dengan kaki kanannya, meski sebelumnya ia datang hanya dengan keluhan lutut yang ngilu. Masalah tersebut meliputi:
1. Otot betis yang tegang
2. Otot bokong yang lemah
3. Otot pangkal paha yang lemah
4. Penambahan strain (tekanan) di lutut di ligamen-ligamen-nya
5. Otot paha depan yang bekerja lebih daripada kapasitas atau kemampuannya (overload). Otot ini akan coba mengerem gerakan lutut pada saat akan menekuk dan berputar ke dalam, akibatnya terjadi suatu tambahan tekanan yang berlebihan di lutut.
6. Karena otot bokong lemah, maka terjadi overload di otot paha (lihat poin 5) dan otot betis. Ini menyebabkan masalah di achilles dan juga di bawah telapak kaki.
Maka dapat disimpulkan bahwa penanganan yang kurang baik di awal, serta pembiaran berbagai gejala, pada akhirnya bisa membuat pemain tersebut tak bisa bertanding lagi, karena kakinya sudah terlalu capek dan kehilangan kekuatan.
Tapi, sekarang mari masuk ke bagian yang menyenangkan: bagaimana dengan rehabilitasinya?
Yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki neuromuscular efficiency atau memberi arahan atau cara untuk mengontrol otot bokong secara benar. Apabila ia sudah bisa melakukannya, maka lakukanlah latihan-latihan sebagai berikut (beberapa contoh dari beraneka ragam latihan yang bisa diberikan):
1. Prone Hip Extension
Tekniknya:
a. Baring di atas perut (tengkurap) dan kepala diletakkan di atas tangan.
b. Kencangkan otot perut.
c. Otot leher dan punggung dilemaskan, lalu kencangkan otot bokong (tips: seperti kalau ingin menahan diri ke kamar mandi)
d. Tahan 5-10 detik lalu lepaskan (lakukanlah berkali kali, hingga lebih dari 10x
e. Level Advance: apabila poin (a)-(d) sudah dikuasai dengan baik, maka coba angkatlah kaki belakang tanpa menekuk lutut setinggi mungkin dan tahan 10 detik. Penting: Ini dilakukan tanpa menyebabkan punggung belakang menjadi lebih hollow atau cekung
2. Swiss Ball Bridge (Gym Ball atau Pilates Ball)
a. Baring telentang dengan kepala dan bahu berada di tengah-tengah bola.
b. Lutut ditekuk 90 derajat dengan lutut kiri dan kanan sejajar dan rapat.
c. Kencangkan otot perut, lalu kencangkan pula otot bokong (tips: seperti saat menahan diri ke kamar mandi) sehingga pelvis (pinggul) terangkat sampai lurus dan sejajar dengan kepala dan bahu yang bersandar di swiss ball .
d. Lakukanlah ini beberapa kali. Lepaskan dan ulangi hingga lebih dari 10x
3. Lunge
a. Berdiri dengan tegak. Kedua tangan di samping tubuh dan buat tubuh santai.
b. Kencangkan otot perut dan lakukan gerakan lunge (gerakan di mana tubuh, mulai dari pinggul sampai kepala, bergerak secara simetris ke depan mengikuti kaki yang ditekuk). Ingat! Lutut harus terus dalam keadaan tertekuk 90 derajat, dan dari bagian lutut ke bawah tak boleh bergerak (harus vertikal) terus.
c. Perhatikan agar tubuh tetap tegak dan tak berubah posisi.
d. Level Advance: kombinasikan dengan lungeke samping dan belakang
4. Step-ups
a. Melakukan gerakan seperti naik tangga dengan cara naik turun di satu tangga kaki saja.
b. Lakukanlah ini selama 1 menit penuh
c. Level Advance: Melakukan gerakan ini sambil menggunakan dumbell di tangan.
Sebagaimana terlihat pada kasus ini, core stability (atau kurangnya faktor ini) dapat menjadi penyebab dari segala jenis cedera, rasa sakit, atau terbatasnya pergerakan tubuh di bagian lain.
Simak baik-baik: kinetic chain akan bereaksi terhadap rasa lemah di dalam tubuh, baik secara mekanik atau neurologi. Cedera yang terjadi mungkin tidak memiliki hubungan dengan core stability secara langsung, tetapi fakta menunjukkan bahwa kelemahan di otot akan disebabkan oleh tubuh yang tidak memiliki core stabilityyang bagus.
Karenanya sangatlah penting untuk menjaga postur tubuh kita, tidak hanya pada saat berolahraga tetapi juga ketika kita berada di rumah kala beristirahat dengan tenang dan bersantai.
===
* Penulis adalah Sport Physiotherapist yang bekerja sama dengan Pandit Football Indonesia dalam pengembangan sport science di Indonesia. Sering dipercaya sebagai fisioterapis tim nasional Indonesia. Akuntwitter: @MatiasIbo
Seorang pemain yang mengalami cedera yang beruntun dan sama selama bertahun-tahun datang untuk berkonsultasi tentang lututnya yang sakit. Menurutnya, setelah berlatih atau bertanding, lututnya akan mulai merasa tak nyaman, ngilu, dengan otot-otot di sekitar lutut yang kram sehingga susah untuk berjalan.
Rekomendasi penanganan pertama, seperti memberi es, latihan pemulihan yang ringan, dan istirahat yang cukup secara rutin, diberikan pada pemain itu. Tapi, setelah beberapa waktu, cara penanganan ini tak lagi memberikan hasil karena situasi lutut yang semakin memburuk.
Akhirnya, terapi itu hanya bersifat sementara karena rasa sakit dan ngilu akan kembali lagi setelah beberapa saat. Akibatnya, jangankan untuk bertanding, sang pemain pun tak bisa lagi melakukan latihan.
Pada saat sang pemain diperiksa untuk pertama kalinya, sebenarnya tidak ada tanda yang spesifik yang mampu ditemukan. Yang ada hanyalah tendon dari quadriceps di daerah bawah tempurung lutut yang lembut/lembek/tidak keras.
Faktor lain yang muncul pada saat pemeriksaan adalah otot yang keras dari pangkal paha dan pinggul. Tendon Achilles-nya mengalami peradangan sementara foot arch(jembatan di bawah telapak kaki) sudah tak sempurna, sehingga menjadikan kaki datar. Semua ini ada di bagian tubuhnya yang sama, entah kanan atau kiri.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Dari teori dan pengalaman pada situasi seperti ini, yaitu apabila rasa ngilu dan tidak enak hanya muncul pada satu sisi bagian tubuh yang sama, sebenarnya bisa jadi indikator bahwa permasalahannya ada di core stabilitypemain tersebut. Dalam artian kurang berfungsinya kinetic chain danlumbopelvic-hip complex (rantai pergerakan dan persendian paha-pinggul) dari sang pemain.
Kinetic chain sendiri adalah rantai dari struktur di tubuh yang secara bersamaan melakukan pergerakan sehingga tubuh dapat bekerja atau berjalan secara seimbang.
Kinetic chain terdiri dari
- Soft tissues system seperti otot, ligamen dan urat tendon, jaringan fibros.
- Nervous system yaitu saraf.
- Articular system yaitu persendian.
Apabila bekerja sesuai fungsi, maka ketiga sistem ini akan membuat tubuh kita bisa bekerja secara maksimal tanpa masalah apapun. Namun, jika salah satu dari ke-3 aspek ini tak bekerja dengan baik, maka akan ada penambahan beban secara langsung pada dua sistem yang lain.
Akibatnya, kedua kedua sistem pun mesti bekerja lebih keras untuk terus mengusahakan dan membuat kinetic chain di tubuh bekerja terus dengan sempurna. Dan bisa tertebak, jika tidak berjalan sempurna, bisa terjadi kecapekan, kelelahan, mudah sakit, serta rawan cedera.
Otot yang bagus, di dalam suatu kinetic chain, akan bekerja secara bersama untuk menghasilkan kekuatan, suatu tekanan, atau untuk membantu mengerem suatu pergerakan dan mempertahankan stabilitas. Ini dikenal dengan istilah neuromuscular efficiency.
Core stability yang bagus dan neuromuscular efficiency ini melindungi kita secara fisik dengan mengijinkan tubuh untuk mengabsorsi syok atau getaran yang terkena ke tubuh kita. Dengan demikian, tubuh kita akan terlindungi dari sebuah cedera.
Apabila saraf dan otot ini tak bekerja dengan baik, maka akan terjadi penurunan sistem daya tahan tubuh ketika menghadapi getaran atau benturan. Hal ini didasari pada fakta bahwa otot yang lemah akan memberi sinyal yang lemah kepada otot-otot lain di sekitarnya. Akibatnya, otot-otot di sekelilingnya tidak akan mampu melakukan gerakan maksimal sesuai ROM (range of motion) masing-masing.
Kebalikannya: otot-otot ini akan bekerja secara keras untuk menutupi kelemahan otot yang bermasalah itu di dalam suatu ROM yang tidak maksimal. Hasilnya: kaki yang cepat keram, capai, rentan cedera dan strainyang berkepanjangan pada otot.
Pada ilustrasi kasus di atas, pemain bola ini pada akhirnya kesulitan untuk berlatih atau bertanding bola lagi.
Mari kita memberikan contoh nyata dari sistem kinetic chain: misalnya saja mengerasnya Gluteus maximus (otot pantat terbesar dan otot dari pangkal paha).
Dalam mekanisme pergerakan tubuh, otot pangkal paha ini berfungsi untuk membatasi gerak maksimal retroflexi (gerakan dengan mengayunkan kaki ke belakang). Namun karena gerakan retroflexi ini tidak maksimal, maka kekuatan penuh atau energi maksimal tak bisa dihasilkan.
Akibatnya, otot dari bokong ini secara tidak langsung menjadi lemah, lalu memberikan sinyal yang salah kepada otot-otot di sekitarnya. Kinetic Chainpun terpengaruh.
Yang terjadi, seperti yang kita sudah bahas, yaitu otot-otot di kaki akan bekerja ekstra untuk memberikan dukungan yang maksimal agar keseimbangan kerja kaki tetap ada. Risikonya: dalam waktu yang singkat kaki tersebut akan menjadi capek, rawan cedera dan sakit.
Mari kembali ke pemain pertama. Selain masalah di kakinya, pemain tersebut memiliki punggung yang hollow (cekung), dan posisi kakinya pada saat beristirahat mengarah keluar secara berlebihan, meski foot arch-nya (jembatan di bawah kakinya) sebenarnya bagus.
Saya lalu melakukan tes squat untuk melihat bagaimana cara kerja darikinetic chain dan juga neuromuscular efficiency pemain tersebut. Tes ini yang akan menunjukkan apakah ada keseimbangan dalam pergerakan yang dilakukan, apakah mekanisme berjalan sesuai dengan seharusnya, atau apakah ada otot yang menjadi lemah saat melakukan squat.
Pergerakan yang terjadi ketika pemain itu melakukan squat adalah: kaki sang pemain mulai berubah posisi dari keluar ke dalam sehingga telapak kakinya akan merasa kurang nyaman, lutut kanannya akan berputar ke dalam pada saat tertekuk, ligamen lutut mengunci lutut agar tak terjadi pergerakan salah, dan punggungnya yang cekung akan semakin menjadi cekung sehingga leher dan kepala tertarik ke belakang oleh otot punggung yang panjang.
Dari tes yang sangat sederhana ini dapat terlihat bahwa sang pemain memiliki beberapa masalah dengan kaki kanannya, meski sebelumnya ia datang hanya dengan keluhan lutut yang ngilu. Masalah tersebut meliputi:
1. Otot betis yang tegang
2. Otot bokong yang lemah
3. Otot pangkal paha yang lemah
4. Penambahan strain (tekanan) di lutut di ligamen-ligamen-nya
5. Otot paha depan yang bekerja lebih daripada kapasitas atau kemampuannya (overload). Otot ini akan coba mengerem gerakan lutut pada saat akan menekuk dan berputar ke dalam, akibatnya terjadi suatu tambahan tekanan yang berlebihan di lutut.
6. Karena otot bokong lemah, maka terjadi overload di otot paha (lihat poin 5) dan otot betis. Ini menyebabkan masalah di achilles dan juga di bawah telapak kaki.
Maka dapat disimpulkan bahwa penanganan yang kurang baik di awal, serta pembiaran berbagai gejala, pada akhirnya bisa membuat pemain tersebut tak bisa bertanding lagi, karena kakinya sudah terlalu capek dan kehilangan kekuatan.
Tapi, sekarang mari masuk ke bagian yang menyenangkan: bagaimana dengan rehabilitasinya?
Yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki neuromuscular efficiency atau memberi arahan atau cara untuk mengontrol otot bokong secara benar. Apabila ia sudah bisa melakukannya, maka lakukanlah latihan-latihan sebagai berikut (beberapa contoh dari beraneka ragam latihan yang bisa diberikan):
1. Prone Hip Extension
Tekniknya:
a. Baring di atas perut (tengkurap) dan kepala diletakkan di atas tangan.
b. Kencangkan otot perut.
c. Otot leher dan punggung dilemaskan, lalu kencangkan otot bokong (tips: seperti kalau ingin menahan diri ke kamar mandi)
d. Tahan 5-10 detik lalu lepaskan (lakukanlah berkali kali, hingga lebih dari 10x
e. Level Advance: apabila poin (a)-(d) sudah dikuasai dengan baik, maka coba angkatlah kaki belakang tanpa menekuk lutut setinggi mungkin dan tahan 10 detik. Penting: Ini dilakukan tanpa menyebabkan punggung belakang menjadi lebih hollow atau cekung
2. Swiss Ball Bridge (Gym Ball atau Pilates Ball)
a. Baring telentang dengan kepala dan bahu berada di tengah-tengah bola.
b. Lutut ditekuk 90 derajat dengan lutut kiri dan kanan sejajar dan rapat.
c. Kencangkan otot perut, lalu kencangkan pula otot bokong (tips: seperti saat menahan diri ke kamar mandi) sehingga pelvis (pinggul) terangkat sampai lurus dan sejajar dengan kepala dan bahu yang bersandar di swiss ball .
d. Lakukanlah ini beberapa kali. Lepaskan dan ulangi hingga lebih dari 10x
3. Lunge
b. Kencangkan otot perut dan lakukan gerakan lunge (gerakan di mana tubuh, mulai dari pinggul sampai kepala, bergerak secara simetris ke depan mengikuti kaki yang ditekuk). Ingat! Lutut harus terus dalam keadaan tertekuk 90 derajat, dan dari bagian lutut ke bawah tak boleh bergerak (harus vertikal) terus.
c. Perhatikan agar tubuh tetap tegak dan tak berubah posisi.
d. Level Advance: kombinasikan dengan lungeke samping dan belakang
4. Step-ups
a. Melakukan gerakan seperti naik tangga dengan cara naik turun di satu tangga kaki saja.
b. Lakukanlah ini selama 1 menit penuh
c. Level Advance: Melakukan gerakan ini sambil menggunakan dumbell di tangan.
Sebagaimana terlihat pada kasus ini, core stability (atau kurangnya faktor ini) dapat menjadi penyebab dari segala jenis cedera, rasa sakit, atau terbatasnya pergerakan tubuh di bagian lain.
Simak baik-baik: kinetic chain akan bereaksi terhadap rasa lemah di dalam tubuh, baik secara mekanik atau neurologi. Cedera yang terjadi mungkin tidak memiliki hubungan dengan core stability secara langsung, tetapi fakta menunjukkan bahwa kelemahan di otot akan disebabkan oleh tubuh yang tidak memiliki core stabilityyang bagus.
Karenanya sangatlah penting untuk menjaga postur tubuh kita, tidak hanya pada saat berolahraga tetapi juga ketika kita berada di rumah kala beristirahat dengan tenang dan bersantai.
===
* Penulis adalah Sport Physiotherapist yang bekerja sama dengan Pandit Football Indonesia dalam pengembangan sport science di Indonesia. Sering dipercaya sebagai fisioterapis tim nasional Indonesia. Akuntwitter: @MatiasIbo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar