PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem
kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan
perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan
penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas
pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM
belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun
diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi
kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata
dan ginjal. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan
tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria).
Diabetes
Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat
setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. kadar gula darah yang
normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl
darah. kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah
makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. kadar
gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif
setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.(4,5)
ETIOLOGI
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin
yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel
tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
Ada 2 macam
type DM :
1.
DM type I. atau disebut DM yang
tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam
darah yang terjadi karena 90% sel penghasil insulin (sel beta pancreas)
mengalami kerusakan permanen. Terjadi
kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin
secara teratur. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat
badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda
dan memerlukan insulin seumur hidup.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I ini terjadi sebelum usia 30 tahun.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I ini terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.
DM type II atau disebut DM yang
tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat
bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat
tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari
penderita DM type II dengan obesitas dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun. DM type II bisa terjadi pada
anak-anak.
Penyebab
diabetes lainnya adalah:
· Kadar kortikosteroid yang tinggi
· Kehamilan (diabetes gestasional)
· Obat-obatan
· Racun yang mempengaruhi pembentukan
atau efek dari insulin (4,5)
GEJALA
Gejala klinis
yang khas pada DM yaitu “Trias poli” yaitu :
polidipsi (banyak minum),
poli phagia (banyak makan)
poliuri (banyak kencing),
yang sering
disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan
terasa lemas, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh. Kadang-kadang berat
badan (BB) menurun secara drastis.
Gejala lainnya adalah pandangan
kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena
kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita
diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I,
gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam
suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam
waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita
diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.
Jika kadar gula darah sangat
tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang
bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang
disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik. (4,5,6)
KOMPLIKASI
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang membahayakan jiwa
maupun mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Komplikasi akut
1.
Komplikasi
akut yang paling berbahaya adalah terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah sangat rendah),
karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian bila tidak cepat
ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena penderita tidak patuh
dengan jadwal makanan (diit) yang telah ditetapkan, sedangkan penderita tetap
minum obat anti diabetika atau mendapatkan infeksi insulin. Gejala-gejala
terjadinya hipoglikemia adalah rasa lapar, lemas, gemetar, sakit kepala,
keringat dingin dan bahkan sampai kejang-kejang.
2.
Koma pada
penderita DM juga dapat disebabkan karena tingginya kadar gula dalam darah,
yang biasanya dipicu adanya penyakit infeksi atau karena penderita DM tidak minum obat/mendapatkan
insulin sesuai dosis yang dianjurkan. Gejala dari hiperglikemia adalah rasa
haus, kulit hangat dan kering, mual dan muntah, nyeri abdomen, pusing dan
poliuria.
Karena sulit untuk membedakan komplikasi karena hipo
atau hiperglikemia, maka dianjurkan kalau ada gejala-gejala seperti diatas pada
penderita DM, lebih baik segera ditolong dengan diberikan air gula atau permen,
kemudian penderita segera dikirim ke Rumah Sakit.
Komplikasi Kronis
Bila sudah
terjadi komplikasi yang mengakibatkan tingginya kadar gula darah`dalam waktu
lama seperti gangguan pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata
(dapat terjadi kebutaan/retinopati diabetikum), pembuluh darah ginjal (Gagal
Ginjal Kronik (GGK) sehingga harus dilakukan hemodialisa), selain upaya
menurunkan kadar gula darah dengan obat antibiotik/insulin dan terapi diit,
perlu pengobatan untuk komplikasinya. Diit juga ditujukan
untukmengurangi/menyembuhkan komplikasi tersebut (misalnya kadar kolesterol
juga tinggi, diit diarahkan juga untuk menurunkan kadar kolesterol tersebut).
DIAGNOSA
Kritiria diagnosa untuk DM meliputi sebagai berikut :
v Glukosa plasma puasa ≥ 7.0 mmol /l atau ≥ 126 mg/dl
v Terdapat gejala- gejala diabetes ditambah KGD adrandom ≥11.1 mmol/ L atau
≥200 mg/ dl
v Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75 g
glukosa (oral glukosa tolerance test)≥11.1 mmol/Latau ≥ 200 mg / dl.
Kriteria ini harus ditetapkan dengan pengujian ulangan dihari yang berbeda, kecuali jika
pasti hiperglikemia dengan compensasi akut metabolic. Berikut ini ada dua kategori antara (
risiko ) yang dapat ditunjukan :
v Glukosa puasa terganggu (impaired
fasting glukosa) untuk glukosa palsma puasa terganggu jika antara 6.1 and 7.0 mmol / Latau 110 – 126 mg / dl
v Toleransi glukosa terganggu
(impaired glukoasa toleranse) untuk tingkat glukosa ini antara 7.8 – 11.1
mmol/L atau 140 – 200 mg/dl setelah 2 jam pemberian 75 g glukosa murni lewat mulut
Seseorang dengan IFG atau IGT tidak lah DM,
tetapi ini merupakan substansi resiko untuk berkembang menjadi DM tipe 2 dan
penyakit jantung dan pembuluh darah dimassa yang akan datang.hemoglobin A1c ( HbA1c ), suatu class yang bermaafaat untuk
mengetahui respon atau kemajuan terapi , tapi tidak dianjurkan sebagai
pemeriksaan penyaring (screning), atau diagnosa DM
PENGELOLAAN DM
1. Eduksi
2. Perencanan makanan
3. Latihan Jasmani
4. Obat-obatan(6,7)
Prinsip-prinsip
dasar eduksi
§ Sampaikan informasi secara bertahap,
mulai dari yangsederhana baru kemudian yang lebih kompleks
§ Hindari informasi yang terlalu
banyak dalam waktu singkatr
§ Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien
§ Perhatikan kondisi jasmani, psikologis, dan tingkat pendidikan pasien
§ Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
§ Berilah nasehat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan
§ Gunakan alat Bantu dengar-pandang
§ Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan
§ Diskusikan hasil laboratorium
§ Berikan motivasi/penghargaan atas
hasil yang dicapai
Perencanaan
makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dan karbohidrat, protein dan
lemak, sebagai berikut : karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%.
Untuk perhitungan klinis praktis dalam menghitung jumlah kalori, penentuan
status gizi memanfaatkan rumus brocca, yaitu : BB idaman = (TB-100)-10% dengan
catatan untuk wanita <150cm style=""
lang="SV">Prinsip pembagian porsi makanan sehari-hari disesuaikan
dengan kebiasaan pasien dan diusahakan tersebar sepanjang hari, disarankan porsi
terbagi 3.(6)
Tujuan utama dari pengobatan
diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang
normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan,
tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya
komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang. (4)
Seseorang yang obesitas yang
menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka
menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. tetapi kebanyakan
penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang
teratur. karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat
hipoglikemik per-oral.
Semua penderita hendaknya
memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya.
mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. mereka
juga harus memberikan. perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus
dipotong secara teratur.penting untuk Pemeriksakan matanya supaya bisa
diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.(4,6,7)
Jenis-jenis obat hipoglikemik oral(6)
Generic
|
Nama
dagang
|
|
Insulin
secretaqoque
|
Klorpropamid
|
Diabenese
|
Klorpropamid
|
Daonil
& Eglucon
|
|
Glibenklamid
|
Minidiab
dan glucotrol XL
|
|
Glipizid
|
Diamicron
|
|
Glikazid
|
Glurenorm
|
|
Glimepirid
|
Amaryl
|
|
Repaglinid
|
Novonorm
|
|
Nateglinid
|
Starlix
|
|
Glitazon
|
Rosiglitazon
|
Avandia
dan actos
|
Penghambat
glukoksidase
|
Acarbose
|
Glucobay
|
Biquanid
|
Metlormin
|
Glucophage
dan diabex
|
Terapi sulih
insulin
Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. pemberian
insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). bentuk insulin yang
baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. pada saat ini, bentuk insulin
yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang
berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. insulin disuntikkan
dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding
perut. digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:
insulin
kerja cepat, contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar. insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20
menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8
jam.insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
Insulin
kerja sedang, contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai
bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan
bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk
memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk
memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
Insulin
kerja lama, contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya
baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. sediaan insulin stabil
dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.(4,7)
PENCEGAHAN DM
A. Pencegahan Primer
Pencegahan
primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM (lihat halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu
dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan
sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui
lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan.
Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen
Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak
masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar
tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
B. Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan
sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan
tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi
dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan
biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola DM
dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola
pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah
kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan
pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
berobat.
Sistem rujukan
yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung
tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas
diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang pula
dengan adanya tatacara pengobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi para
pengelola.(7)
C. Pencegahan Tersier
Kalau kemudian
penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien
DM yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.
Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari
disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.(7)
DAFTAR
RUJUKAN
1. Waspadji S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2001
5. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L,
eds, Harrison’s Principles of Internal Medicine, McGraw-Hill Inc, New York,
USA, 2005,
6. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50
7. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
di Indonesia, Denpasar, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar